Rabu, 11 Januari 2012

OBJEK WISATA PANTAI SAYANG HEULANG GARUT

Pantai Sayang Heulang adalah objek wisata alam yang terletak di Desa Mancagahar, Kecamatan Pameungpeuk, dengan temperatur antara 17 ?C - 28 ?C, penyinaran matahari di sekitar pantai terik, dan kekuatan tiupan angin cukup besar. Konfigurasi umum lahan berupa dataran dengan kemiringan curam pada daerah sekitar pantai dan stabilitas tanah yang baik. Kondisi perairan berwarna berwarna hijau kebiru-biruan dengan bau normal, temperatur normal, rata-rata tinggi gelombang 2 - 3 meter. 


Kemiringan dasar laut curam dengan palung Jaut di sekitar pantai. Panjang pantai lebih dari 2 km dan lebar tepi pantai kurang dari 50 m dengan material pesisir pantai berupa hamparan pasir halus yang berwarna putih bersih. Tingkat abrasi di pantai tersebut dapat dikatakan tinggi yang dilihat dari bentukan pesisir pantai berjenjang antara daerah pesisir pantai dengan area fasilitas. Kualitas lingkungan dan kebersihan sekitar pantai dapat dikatakan baik, hal ini dapat dilihat dari kondisi pesisir yang masih bersih. Status kepemilikan berada ditangan Polisi Air dan Udara, pada waktu-waktu tertentu pantai tersebut dijadikan tempat latihan tentara.
Pantai Sayang Heulang ini memiliki batas administrasi bebagai berikut:
Utara: Desa Jatimulya
Barat: Desa Pamalayan
Selataan: Samudra indonesia
Timur : Desa Manddtakasth 

Di sekitar lingkungan kawasan objek wisata ini terdapat reruntuhan bangunan, dan kios-kios yang kondisinya kurang baik sehingga mengurangi kualitas lingkungan pantai. Di pantai ini juga terdapat fasilitas olahraga berupa lapangan voli yang kondisinya cukup baik, tempat penyewaan, 1 buah musholla dan fasilitas transportasi menuju kawasan.
sumber : garut kab



Pesona Pantai Selatan Garut (1) : Gunung Geder, Manalusu, Cikandang, Karang Tepas


Wilayah selatan Garut merupakan dataran rendah yang memiliki garis pantai yang cukup panjang dan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Wilayah ini menyimpan segudang keindahan alam yang sangat menakjubkan namun sebagian besar dari keindahan tersebut belum di ketahui banyak orang.

Kita mungkin sudah mengenal indah nya pantai di Pameungpeuk atau Rancabuaya yang saat ini menjadi primadona tujuan wisata di selatan Garut, tetapi apakah anda pernah mendengar mengenai Pantai Taman Manalusu, Karang Tepas atau Sodong Parat ? Saya yakin banyak dari anda masih asing dengan nama-nama tersebut, sebagian tempat-tempat tersebut memang masih tersembunyi di balik bukit atau ladang, jangan kan papan petunjuk, jalan setapak pun kadang sulit ditemukan.

Sudah lama saya ingin berbagi mengenai keindahan Pantai Selatan Garut, karena kebetulan daerah ini merupakan kampung halaman saya. Desember 2010 yang lalu saya berkesempatan untuk menjelajah kembali Pantai Selatan Garut dari mulai Cikelet di sebelah timur hingga Rancabuaya di sebelah barat. Ingin tahu lebih jauh mengenai Pantai Selatan Garut? Mari ikuti jejak dan arah petualangan saya.

Pantai Gunung Geder

Pemberhentian pertama saya adalah di Pantai Gunung Geder. Pesona di pantai ini adalah pasir putih dan lanscape pantai-nya yang lurus landai.

View dari saung
Jalan menuju bibir pantai

Sejumlah fasilitas sudah tersedia di tempat ini namun masih kosong dan sepi. Ketika memasuki bibir pantai nampak belum terawat dengan baik, banyak ranting yang terbawa ombak berserakan disana-sini mungkin akan lebih baik jika sampah ini dibersihkan.
Kesan yang saya rasakan untuk pantai ini adalah pantai yang asli seperti belum terjamah oleh manusia.

Ranting-ranting yang terbawa ombak
Pantai Gunung Geder

Pantai Taman Manalusu

Perjalanan saya lanjutkan ke arah barat melalui jalan raya lintas selatan menuju Pantai Taman Manalusu. Namanya terdengar asing tidak seperti nama-nama pantai lain di daerah Garut yang biasanya terdengar sunda, konon nama ini diambil dari nama Karl Manalusu Tambunan yang menemukan pantai ini dan membuatnya menjadi taman pantai.

View ke arah barat
Selain panorama alam nya, pantai ini memiliki bunga karang dan rumput laut yang tumbuh di sepanjang bibir pantai pada kedalaman tertentu sehingga di sebutlah sebagai taman pantai.

Tidak hanya bunga karang dan rumput laut saja, Pantai Taman Manalusu juga kaya dengan ikan hias. Ikan hias ini tidak perlu di cari jauh sampai ke tengah laut, ikan-ikan ini ada di sela-sela karang yang terhampar sepanjang pantai. Ikan-ikan ini terbawa gelombang pasang dan terjebak di karang-karang ketika air laut menyusut.

Hamparan batu dan karang
Bersih jernih
Ikan hias biasanya ada dalam sela-sela karang ini

Suasana di Pantai Taman Manalusu terasa sejuk karena banyak terdapat pepohonan yang rindang. Disini juga banyak rumah-rumah penduduk sehingga tidak terlalu sepi seperti di Pantai Gunung Geder.

Bermain bola di sisi pantai dan pohon rindang

Sungai Cikandang

Sungai Cikandang merupakan salah satu sungai yang cukup besar, saya melintasi nya dalam perjalanan menuju Karang Tepas dari Pantai Taman Manalusu. Sungai ini beberapa kali telah digunakan untuk ber-arung jeram, uniknya arung jeram Sungai Cikandang adalah kita bisa terus mengayuh hingga bibir pantai.

Jembatan Cikandang
View ke arah utara

Karang Tepas

Tujuan selanjutnya adalah Karang Tepas, tempat ini hanya bisa diakses melalui jalan setapak, saya beberapa kali bertanya kepada warga sekitar karena tidak ada petunjuk arah dari jalan utama.

Jalan menuju Karang Tepas

Karang Tepas sungguh menakjubkan, saya serasa sedang berada di depan geladak kapal yang sedang menerjang ombak. Tepas dalam bahasa sunda berarti teras depan rumah dan memang Karang Tepas seperti teras yang menghadap lautan lepas. Sebagian warga sekitar sering menggunakan tempat ini sebagai tempat untuk memancing ikan.

View dari atas
View dari jalan masuk
View samping kiri 
View samping kanan
View belakang
View samping kiri belakang
Karang Tepas

 Pantai Selatan Garut (2) : Karang Sebrotan, Sodong Parat, Cicalobak

Sunset di Pantai Cicalobak
Setelah Karang Tepas perjalanan saya lanjutkan menuju Karang Sebrotan.

Karang Sebrotan

Disebelah barat Karang Tepas terdapat sebuah karang lagi yang oleh warga setempat di sebut Karang Sebrotan, nama Karang Sebrotan di ambil karena ombak yang menghantam karang ini seperti menyemprot ke atas karang.

Karang Sebrotan
Karang Tepas terlihat dikejauhan
Anak-anak memancing ikan
Tempat bermain anak-anak yang ekstrim
Rumah Burung Walet
Sodong Parat

Dari Karang Sebrotan ke arah barat kita akan melihat satu objek lagi yaitu Sodong Parat. Objek ini merupakan sebuah karang besar dan di bawahnya terdapat lubang yang tembus dari sisi satu ke sisi lainnya atau dalam bahasa sunda biasa di sebut parat.
View Sodong Parat dari Karang Sebrotan
Sodong Parat ada di bawah sini
Jalan turun ke Sodong Parat
Seperti kepala hewan ?
Sodong Parat dari sisi barat
Sodong Parat dari sisi timur
hmmm.. ?
Jalan kembali
Pantai Cicalobak

Pantai Cicalobak adalah best spot dalam trip saya kali ini, saya mendapatkan moment view yang sangat indah dari mulai terang, mendung, hujan hingga sunset benar-benar luar biasa, lokasi nya tidak jauh dari Sodong Parat dan berada tepat di samping jalan raya lintas selatan menuju Rancabuaya dari arah Cijayana.


Pantai Cicalobak merupakan teluk kecil dengan batu karang di samping kiri kanan nya, karena menjorok ke darat ombak lautnya tidak terlalu besar dan air nya pun dangkal sehingga relatif aman untuk berenang.

Garis awan mendung
Mendung di Cicalobak
 
 
"...Pesisir Pantai LEUWEUNG SANCANG..."
“…Senja pun telah bergerak ke arah malam, Kampung Sancang sebagai kampung terakhir menuju kawasan cagar alam LEUWEUNG SANCANG.Tepatnya di Desa Sancang Kecamatan Cibalong Pesisir Selatan Garut – Jawa Barat. Nampak kelelahan terbias dari raut wajah para penunggangnya, setelah menempuh perjalanan cukup jauh melalui jalur Bogor – Cianjur – Sindang Barang – Garut – Pameungpeuk. Suasana sepi terasa menyertai deru suara kuda-kuda besi kami, begitu memasuki gerbang masuk kampung Cigandawesi yang merupakan satu-satunya jalur jalan menuju kawasan Cagar Alam Hutan SANCANG yang berareal seluas 2.175 hektar di Pesisir Selatan Garut itu. Dan setelah melapor kepada para penjaga pos pintu masuk setempat, maka kami pun beristirahat barang sejenak di sebuah rumah warga setempat, yang kebetulan persis berada di muka jalur masuk ke hutan cagar alam tersebut.

“…Lebatnya Hutan Sancang…”
Dan tampaklah juga oleh kami adanya sekelompok rombongan mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi  kota Bandung, yang juga hendak melakukan perjalanan menembus lebatnya hutan SANCANG guna melakukan observasi pengamatan berbagai jenis satwa dan burung-burung yang berhabitat di kawasan hutan cagar alam tersebut. Sambil menyantap mie instan hangat pembangkit semangat, kami pun berbincang hangat dengan warga sekitar perihal keberadaan kawasan hutan LEUWEUNG SANCANG tersebut. Dan menurut keterangan yang kami peroleh dari warga sekitar, bahwa jarak antara tempat kami beristirahat itu dengan tepi pantai LEUWEUNG SANCANG yang kami tuju itu, masihlah sekitar 5 Km lagi. Dengan mengambil rute jalur setapak selebar 1 m yang sudah ada dari sejak dahulu kala.

“…Gerbang Masuk Perkebunan Karet Miramereu…”
Seperti yang di lakukan oleh sekelompok mahasiswa Bandung itu, yang mana mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju garis pantai di ke esokan harinya, mengingat gelap dan lebatnya kawasan hutan yang juga masih di anggap keramat oleh sebagian masyarakat Jawa – Barat itu.Waktu pun merambat pelan bersama hembusan asap tebal sebatang rokok yang sejak tadi akrab bagaikan kawan, di saat hening sunyi mencekam. Dan seakan tak sabar menanti datangnya sebuah keputusan, kami pun spontan memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan malam itu juga ke bibir pantai, dengan berbagai resiko yang siap menghadang di depan, tanpa jasa penunjuk jalan. Entah apa yang membuat kami senekad itu di tengah medan hutan  yang tak pernah kami kenal, namun terasa akrab dalam keyakinan. Ringkik suara kuda-kuda besi kami pun kembali terdengar dan mereka pun seolah tak sabar untuk secepatnya menjelajah gelapnya hutan LEUWEUNG SANCANG yang terkenal lebat sekaligus menyeramkan.

“…Lebatnya Hutan Leuweung Sancang…”
Dan perlahan namun pasti kami pun sudah berada di punggung kuda besi kami masing-masing serta siap membelah malam dengan mata lampu-lampu kuda besi kami menyala terang lurus kedepan. Satu -persatu kami pun mulai memasuki gelapnya kawasan hutan, sementara tepat di atas kami nampak berterbangan ribuan Kalelawar / Kalong berukuran besar membentuk formasi terbang menuju tempat di mana mereka biasa mencari makan di kala malam. Memang ada sedikit kekhawatiran di antara kami, kalau saja kami berpapasan dengan seekor Macan atau para binatang buas yang siap menerkam. Dan juga menurut informasi dari petugas Jagawana kawasan cagar alam setempat, bahwa di hutan lindung ini hidup berbagai jenis satwa langka yang sangat di lindungi seperti : Banteng Jawa, Macan Tutul, Kera Owa Jawa, Rusa, Babi Hutan, Harimau Kumbang serta berbagai Jenis Burung. Yang sudah barang tentu bisa saja kita jumpai secara tidak sengaja di tengah-tengah perjalanan kita menuju bibir pantai.

“…Team Base Camp di Pesisir Pantai…”
Terutama di tengah aktifitas mereka mencari makan di waktu malam. Namun sekali lagi semua itu seolah tak terfikirkan, bahkan semua itu seakan terkalahkan oleh rasa penasaran akan keindahan tepi pantai LEUWEUNG SANCANG.Turunan, tanjakan serta kelokan demi kelokan telah kami lewati. Sementara pohon-pohon besar jenis kayu Meranti bak raksasa hutan dan juga berbagai jenis tanaman Bakau yang di sebut kayu Kaboa pun seolah tak sabar menunggu untuk kami telusuri. Semakin kedalam maka semakin rapat dan rimbunlah deretan pepohonan, dan sampai detik itu pula kami pun belumlah mendengar suara debur ombak, sebagai penanda bahwa bibir pantai sudahlah dekat dan perjalanan kami pun tidaklah sesat. Di tengah keraguan dan bayang kekhawatiran kami pun coba bertahan untuk terus bergerak susuri jalan dengan penuh kehati-hatian. Puluhan ranting pohon tumbang yang terkadang menghalangi jalan, dengan sabar pun telah kami singkirkan sambil terus berharap agar secepatnya kami dapat segera keluar dari cengkraman kegelapan kawasan hutan LEUWEUNG SANCANG. Tak ada seorang manusia pun kami temui di tengah perjalanan, yang ada hanyalah kegelapan malam dan lebatnya pepohonan.Dan sampai pada suatu ketika terlihatlah oleh kami team redaksi NRM ( Nasionalis Rakyat Merdeka ), secercah bias cahaya terang angkasa di antara rimbunnya pepohonan. Dan berangsur-angsur samar terdengar suara deburan ombak Laut Selatan, yang seakan ramah berucap Salam :  ”… SELAMAT DATANG KAWAN….di Tepian Pantai Selatan Leuweung Sancang Nan Indah lagi Menawan…”

Selasa, 10 Januari 2012

ASAL MULA KOTA CIANJUR

Ada sebuah cerita rakyat yang sampai sekarang ini masih berkembang di masyarakat. Cerita tentang asal usul Kot Cianjur. Mari kita simak bersam-sama.
Asal Mula Kota Cianjur Konon, di suatu daerah di Jawa Barat, sekitar daerah Cianjur, hiduplah seorang lelaki yang kaya raya. Kekayaannya meliputi seluruh sawah dan ladang yang ada di desanya. Penduduk hanya menjadi buruh tani yang menggarap sawah dan ladang lelaki kaya tersebut. Sayang, dengan kekayaannya, lelaki tersebut menjadi orang yang sangat susah menolong, tidak mau memberi barang sedikitpun, sehingga warga sekelilingnya memanggilnya dengan sebutan Pak Kikir. Sedemikian kikirnya, bahkan terhadap anak lelakinya sekalipun. Di luar sepengetahuan ayahnya, anak Pak Kikir yang berperangai baik hati sering menolong orang yang membutuhkan pertolongannya. Salah satu kebiasaan di daerah tersebut adalah mengadakan pesta syukuran, dengan harapan bahwa panen di musim berikutnya akan menjadi lebih baik dari panen sebelumnya. Karena ketakutan semata, Pak Kikir mengadakan pesta dengan mengundang para tetangganya. Tetangga Pak Kikir yang diundang berharap akan mendapat jamuan makan dan minum yang menyenangkan. Akan tetapi mereka hanya bisa mengelus dada manakala jamuan yang disediakan Pak Kikir hanya ala kadarnya saja, dengan jumlah yang tidak mencukupi sehingga banyak undangan yang tidak dapat menikmati jamuan. Diantara mereka ada yang mengeluh :
Tamu    :”Mengundang tamu datang ke pesta, tapi jamuannya tidak mencukupi! sungguh kikir orang itu”.
Bahkan ada yang mendoakan yang tidak baik kepada Pak Kikir karena kekikirannya tersebut. Di tengah-tengah pesta, datanglah seorang nenek tua renta, yang langsung meminta sedekah kepada Pak Kikir.
Nenek  : “Tuan, berilah saya sedekah dari harta tuan yang berlimpah ini”,
Bukannya memberi, Pak Kikir malah menghardik nenek tersebut dengan ucapan yang menyakitkan hati, bahkan mengusirnya. Dengan menahan sakit hati yang sangat mendalam, nenek tersebut akhirnya meninggalkan tempat pesta yang diadakan Pak Kikir. Sementara itu, karena tidak tega menyaksikan kelakuan ayahnya, anak Pak Kikir mengambil makanan dan membungkusnya. Kemudian dengan sembunyi-sembunyi dia mengikuti si nenek tersebut hingga di ujung desa. Makanan tersebut diserahkannya kepada sang nenek. Mendapatkan makanan yang sedemikian diharapkannya, sang nenekpun memakannya dengan lahap. Selesai makan, dia mengucapkan terima kasih dan mendoakan anak Pak Kikir agar menjadi orang yang hidup dengan kemuliaan. Kemudian dia melanjutkan perjalanannya hingga tibalah di salahsatu bukit yang dekat dengan desa tersebut. Dari atas bukit, dia menyaksikan satu-satunya rumah yang paling besar dan megah adalah rumah Pak Kikir. Mengingat apa yang dialaminya sebelumnya, maka kemarahan sang nenek kembali muncul, sekali lagi dia mengucapkan doa agar Pak Kikir yang serakah dan kikir itu mendapat balasan yang setimpal. Kemudian dia menancapkan tongkat yang sejak tadi dibawanya, ke tanah tempat dia berdiri, kemudian dicabutnya lagi tongkat tersebut. Aneh bin ajaib, dari tempat ditancapkannya tongkat tersbut kemudian mencarlah air yang semakin lama semakin besar dan banyak, dan mengalir tepat ke arah desa Pak Kikir. Menyaksikan datangnya air yang seperti air bah, beberapa warga desa yang kebetulan berada dekat dengan bukitpun berteriak saling bersahutan mengingatkan warga desa,
Warga   : “banjir!!!”
Penduduk desa kemudian menjadi panik, dan saling berserabutan ke sana ke mari. Ada yang segera mengambil harta yang dimilikinya, ada yang segera mencari dan mengajak sanak keluarganya untuk mengamankan diri. Melihat kepanikan tersebut, anak Pak Kikir segera menganjurkan para penduduk untuk segera meninggalkan rumah mereka.
Anak P. Kikir  : “Cepat tinggalkan desa ini, larilah ke atas bukit yang aman”
Dia menyuruh warga untuk meninggalkan segala harta sawah dan ternak mereka untuk lebih mengutamakan keselamatan jiwa masing-masing. Sementara itu, Pak Kikir yang sangat menyayangi hartanya tidak mau begitu saja pergi ke bukit sebagaimana anjuran anaknya. Di berpikir bahwa apa yang dimilikinya bisa menyelematkannya. Dia tidak mau diajak pergi, walau air semakin naik dan menenggelamkan segala apa yang ada di desa tersebut. Ajakan anaknya untuk segera pergi dibalas dengan bentakan dan makian yang sungguh tidak enak didengar. Akhirnya anak Pak Kikir meninggalkan ayahnya yang sudah tidak bisa dibujuk lagi. Warga yang selamat sungguh bersedih meliaht desanya yang hilang bak ditelan air banjir. Tetapi mereka bersyukur karena masih selamat. Kemudian bersama-sama mereka mencari tempat tinggal baru yang aman. Atas jasa-jasanya, anak Pak Kikirpun diangkat menjadi pemimpin mereka yang baru. Dengan dipimpin pemimpin barunya, warga bersepakat untuk membagi tanah di daerah baru tersebut untuk digarap masing-masing. Anak Pak Kikirpun mengajarkan mereka menanam padi dan bagaimana caranya menggarap sawah yang kemudian dijadikan sawah tersebut. Warga selalu menuruti anjuran pemimpin mereka, sehingga daerah ini kemudian dinamakan Desa Anjuran. Desa yang kemudian berkembang menjadi kota kecil inipun kemudian dikenal sebagai Kota Cianjur.