Rabu, 11 Januari 2012

 
 
"...Pesisir Pantai LEUWEUNG SANCANG..."
“…Senja pun telah bergerak ke arah malam, Kampung Sancang sebagai kampung terakhir menuju kawasan cagar alam LEUWEUNG SANCANG.Tepatnya di Desa Sancang Kecamatan Cibalong Pesisir Selatan Garut – Jawa Barat. Nampak kelelahan terbias dari raut wajah para penunggangnya, setelah menempuh perjalanan cukup jauh melalui jalur Bogor – Cianjur – Sindang Barang – Garut – Pameungpeuk. Suasana sepi terasa menyertai deru suara kuda-kuda besi kami, begitu memasuki gerbang masuk kampung Cigandawesi yang merupakan satu-satunya jalur jalan menuju kawasan Cagar Alam Hutan SANCANG yang berareal seluas 2.175 hektar di Pesisir Selatan Garut itu. Dan setelah melapor kepada para penjaga pos pintu masuk setempat, maka kami pun beristirahat barang sejenak di sebuah rumah warga setempat, yang kebetulan persis berada di muka jalur masuk ke hutan cagar alam tersebut.

“…Lebatnya Hutan Sancang…”
Dan tampaklah juga oleh kami adanya sekelompok rombongan mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi  kota Bandung, yang juga hendak melakukan perjalanan menembus lebatnya hutan SANCANG guna melakukan observasi pengamatan berbagai jenis satwa dan burung-burung yang berhabitat di kawasan hutan cagar alam tersebut. Sambil menyantap mie instan hangat pembangkit semangat, kami pun berbincang hangat dengan warga sekitar perihal keberadaan kawasan hutan LEUWEUNG SANCANG tersebut. Dan menurut keterangan yang kami peroleh dari warga sekitar, bahwa jarak antara tempat kami beristirahat itu dengan tepi pantai LEUWEUNG SANCANG yang kami tuju itu, masihlah sekitar 5 Km lagi. Dengan mengambil rute jalur setapak selebar 1 m yang sudah ada dari sejak dahulu kala.

“…Gerbang Masuk Perkebunan Karet Miramereu…”
Seperti yang di lakukan oleh sekelompok mahasiswa Bandung itu, yang mana mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju garis pantai di ke esokan harinya, mengingat gelap dan lebatnya kawasan hutan yang juga masih di anggap keramat oleh sebagian masyarakat Jawa – Barat itu.Waktu pun merambat pelan bersama hembusan asap tebal sebatang rokok yang sejak tadi akrab bagaikan kawan, di saat hening sunyi mencekam. Dan seakan tak sabar menanti datangnya sebuah keputusan, kami pun spontan memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan malam itu juga ke bibir pantai, dengan berbagai resiko yang siap menghadang di depan, tanpa jasa penunjuk jalan. Entah apa yang membuat kami senekad itu di tengah medan hutan  yang tak pernah kami kenal, namun terasa akrab dalam keyakinan. Ringkik suara kuda-kuda besi kami pun kembali terdengar dan mereka pun seolah tak sabar untuk secepatnya menjelajah gelapnya hutan LEUWEUNG SANCANG yang terkenal lebat sekaligus menyeramkan.

“…Lebatnya Hutan Leuweung Sancang…”
Dan perlahan namun pasti kami pun sudah berada di punggung kuda besi kami masing-masing serta siap membelah malam dengan mata lampu-lampu kuda besi kami menyala terang lurus kedepan. Satu -persatu kami pun mulai memasuki gelapnya kawasan hutan, sementara tepat di atas kami nampak berterbangan ribuan Kalelawar / Kalong berukuran besar membentuk formasi terbang menuju tempat di mana mereka biasa mencari makan di kala malam. Memang ada sedikit kekhawatiran di antara kami, kalau saja kami berpapasan dengan seekor Macan atau para binatang buas yang siap menerkam. Dan juga menurut informasi dari petugas Jagawana kawasan cagar alam setempat, bahwa di hutan lindung ini hidup berbagai jenis satwa langka yang sangat di lindungi seperti : Banteng Jawa, Macan Tutul, Kera Owa Jawa, Rusa, Babi Hutan, Harimau Kumbang serta berbagai Jenis Burung. Yang sudah barang tentu bisa saja kita jumpai secara tidak sengaja di tengah-tengah perjalanan kita menuju bibir pantai.

“…Team Base Camp di Pesisir Pantai…”
Terutama di tengah aktifitas mereka mencari makan di waktu malam. Namun sekali lagi semua itu seolah tak terfikirkan, bahkan semua itu seakan terkalahkan oleh rasa penasaran akan keindahan tepi pantai LEUWEUNG SANCANG.Turunan, tanjakan serta kelokan demi kelokan telah kami lewati. Sementara pohon-pohon besar jenis kayu Meranti bak raksasa hutan dan juga berbagai jenis tanaman Bakau yang di sebut kayu Kaboa pun seolah tak sabar menunggu untuk kami telusuri. Semakin kedalam maka semakin rapat dan rimbunlah deretan pepohonan, dan sampai detik itu pula kami pun belumlah mendengar suara debur ombak, sebagai penanda bahwa bibir pantai sudahlah dekat dan perjalanan kami pun tidaklah sesat. Di tengah keraguan dan bayang kekhawatiran kami pun coba bertahan untuk terus bergerak susuri jalan dengan penuh kehati-hatian. Puluhan ranting pohon tumbang yang terkadang menghalangi jalan, dengan sabar pun telah kami singkirkan sambil terus berharap agar secepatnya kami dapat segera keluar dari cengkraman kegelapan kawasan hutan LEUWEUNG SANCANG. Tak ada seorang manusia pun kami temui di tengah perjalanan, yang ada hanyalah kegelapan malam dan lebatnya pepohonan.Dan sampai pada suatu ketika terlihatlah oleh kami team redaksi NRM ( Nasionalis Rakyat Merdeka ), secercah bias cahaya terang angkasa di antara rimbunnya pepohonan. Dan berangsur-angsur samar terdengar suara deburan ombak Laut Selatan, yang seakan ramah berucap Salam :  ”… SELAMAT DATANG KAWAN….di Tepian Pantai Selatan Leuweung Sancang Nan Indah lagi Menawan…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar